Rabu, 18 Februari 2015

TEORI PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
         Dewasa ini perkembangan ilmu psikologi berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di Indonesia. Berbagai macam landasan pada psikologi ini menunjang pembelajaran ini menjadikan peserta didik merasa menyenangkan ketika didalam kelas dan materi pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Tercapainya tujuan atau kompetensi yang menunjukan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Yang dapat terukur dari jumlah kelulusan, nilai dan prestasi akademik, dan karier yang sesuai dengan bakat, minat pada peserta didik. Akan tetapi, pelaksanaan pembelajaran tidak dapat berjalan secara baik akan pula berdampak pula pada kualitas pendidikan sekarang ini. Hal ini berpengaruh langsung pada peserta didik akan malasnya berangkat ke sekolah, kurang memperhatikan penyampaian materi yang disampaikan pendidik dan kurang berminatnya peserta didik dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik.

Hal ini menyababkan adanya teori – teori pembelajaran menjadikan bekal sebagai arahan pada pendidik dalam menjalani proses belajar mengajar dengan karater siswa yang beraneka ragam, unik dan berbagai ciri. Maka penulisan makalah ini memuat berbagai teori – teori pembelajaran yang dikemas secara konsep yang praktis sehingga lebih memahami akan maksud istilah yang ada yaitu berisi pembelajaran menurut aliran behavioristik, menurut aliran kognitif, menurut aliran humanistik dan menurut aliran kontemporer.
Pendalaman pendidik akan perannya bertugas sebagai fasilitator kurang dimengerti untuk guru sekarang ini karena pemahaman konsep pembelajaran dari berbagai aliran kurang dipahami sehingga pelaksanaan pembelajaran berlangsung kurang efektif dan efisien. Hal ini berpengaruh pada peserta didik dalam penciptaan iklim belajar yang baik, menyenangkan, dan yang diinginkannya tetapi tetap mengacu pada kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah :
1.    Apakah yang dimaksud dengan teori belajar ?
2.    Apa saja jenis-jenis  teori belajar itu ?
3.    Apa saja prinsi-prinsip belajar itu ?
4.    Sebutkan tingkat-tingkat belajar !

C.   Tujuan
        Untuk mengetahui dan memahami apa itu teori belajar mulai dari jenis teori belajar menurut para ahli, prinsip-prinsip  belajar hingga tingkatan belajar itu sendiri.

D.   Manfaat
      Setelah membaca makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya mengenai teori belajar dan segala hal yang berkaitan dengan teori belajar yang dibahas dalam makalah ini.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar
        Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.

B. Jenis - jenis Teori Belajar
      Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam  tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.

Teori Behaviorisme
          Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya:

Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
            Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
·         Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
·         Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
·         Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
          Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·         Law of Respondent Conditioning  yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
·         Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.


Operant Conditioning menurut B.F. Skinne
         Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·         Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
·         Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
            Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

Social Learning menurut Albert Bandura
            Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
            Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

            Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation” 
           Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
            Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.    Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
            Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
            Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.


Teori Belajar Gestalt
            Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
1.    Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
2.    Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
3.    Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
4.    Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
5.    Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1.    Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2.    Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3.    Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4.    Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1.    Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2.    Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3.    Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4.    Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5.    Transfer dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.


C. Prinsip – prinsip Belajar
Dalam tataran ideal, suatu program pelatihan dan pengembangan akan lebih efektif jika metode pelatihan yang diterapkan cocok dengan gaya peserta pelatihan dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh organisasi. Namun demikian, pembelajaran tidak dapat diobservasi, hanya hasilnya saja yang dapat diukur.
Werther and Davis (1996:290) memaknai prinsip pembelajaran sebagai berikut: “Learning principles are guidelines to the ways in which people learn most effectively”. Secara bebas dapat diterjemahkan sebagai berikut: Prinsip pembelajaran adalah rambu-rambu yang dipergunakan agar seseorang dapat belajar dengan lebih efektif. Terdapat lima prinsip pembelajaran sebagai berikut:
1.    Participation (partisipasi)
Proses pembelajaran pada umumnya kan lebih efektif jika peserta program ikut serta berpartisipasi aktif dalam program yang diikutinya. Partisipasi yang tinggi pada umumnya meningkatkan motivasi dan rasa memiliki yang tinggi yang pada akhirnya mempercepat proses pembelajaran.
2.    Repetition (pengulangan)
Pengulangan dilakukan untuk lebih membantu peserta mengingat kembali apa yang telah disampaikan.
3.    Relevance (relevansi)
Pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif jika materi yang akan dipelajari relevan/atau mempunyai makna bagi si peserta.
4.    Transference (transfer)
            Jika kebutuhan akan pelatihan sesuai dengan tuntutan pekerjaan, maka semakin cepat seseorang mempelajari apa yang disampaikan. Misalnya, seorang pegawai yang bekerja di Bagian Keuangan akan relatif lebih cepat mempelajari penggunaan sistem penataan keuangan baru yang diberlakukan karena dalam melakukan pekerjaannya yang bersangkutan harus menggunakan sistem tersebut.
5.    Feedback (umpan balik)
Umpan balik berarti memberikan informasi kepada peserta pelatihan mengenai kemajuan yang teleh dicapai. Umpan balik sangat berguna bagi peserta pelatihan untuk dapat mengevaluasi diri sampai sejauh mana hasil usaha yang dilakukan dan akan mempercepat proses pembelajaran.

D. Tingkat – tingkat Belajar
1.    Tingkat Eksekutif
            Pada tingkatan ini diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan “strategic thinking” dan “change leadership management”. Strategic thinking adalah kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan, dan kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum. Sedangkan change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dan dapat mentransformasikan kepada pegawai.
2.    Tingkat Manager
            Pada tingkat manajer kompetensi yang diperlukan meliputi aspek-aspek fleksibilitas, change implementation, interpersonal understanding and empowering.
Aspek flexibilitas adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial. Apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektivitas pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi “interpersonal” “understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan keryawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
3.    Tingkat Karyawan
 Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti fleksibilitas, menggunakan dan mencari berita, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja dibawah tekanan waktu, kolaborasi, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.









                                              





BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
         Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.  Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif  membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. 

B.   Saran
       Sebaiknya pemahaman konsep pembelajaran ini perlu di bahas masalah yang berkembang sekarang ini dan bagaimana upaya dalam berbagai model pembelajaran yang ada  sehingga pembaca lebih mengerti maksud dari penyajian makalah ini.









                                                                                                      

DAFTAR PUSTAKA

Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
http://aguswedi.blogspot.com
http://rhazhie.blogspot.com
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar