BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu psikologi
berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di Indonesia.
Berbagai macam landasan pada psikologi ini menunjang pembelajaran ini
menjadikan peserta didik merasa menyenangkan ketika didalam kelas dan materi
pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Tercapainya tujuan atau
kompetensi yang menunjukan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Yang
dapat terukur dari jumlah kelulusan, nilai dan prestasi akademik, dan karier
yang sesuai dengan bakat, minat pada peserta didik. Akan tetapi, pelaksanaan pembelajaran
tidak dapat berjalan secara baik akan pula berdampak pula pada kualitas
pendidikan sekarang ini. Hal ini berpengaruh langsung pada peserta didik akan
malasnya berangkat ke sekolah, kurang memperhatikan penyampaian materi yang
disampaikan pendidik dan kurang berminatnya peserta didik dalam mengerjakan tugas
yang diberikan oleh pendidik.
Hal ini menyababkan adanya teori –
teori pembelajaran menjadikan bekal sebagai arahan pada pendidik dalam
menjalani proses belajar mengajar dengan karater siswa yang beraneka ragam,
unik dan berbagai ciri. Maka penulisan makalah ini memuat berbagai teori –
teori pembelajaran yang dikemas secara konsep yang praktis sehingga lebih
memahami akan maksud istilah yang ada yaitu berisi pembelajaran menurut aliran
behavioristik, menurut aliran kognitif, menurut aliran humanistik dan menurut
aliran kontemporer.
Pendalaman pendidik akan perannya
bertugas sebagai fasilitator kurang dimengerti untuk guru sekarang ini karena
pemahaman konsep pembelajaran dari berbagai aliran kurang dipahami sehingga
pelaksanaan pembelajaran berlangsung kurang efektif dan efisien. Hal ini
berpengaruh pada peserta didik dalam penciptaan iklim belajar yang baik,
menyenangkan, dan yang diinginkannya tetapi tetap mengacu pada kompetensi yang
harus dicapai dalam pembelajaran.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas, adapun
rumusan masalah yang dapat diambil adalah :
1.
Apakah
yang dimaksud dengan teori belajar ?
2.
Apa
saja jenis-jenis teori belajar itu ?
3.
Apa
saja prinsi-prinsip belajar itu ?
4. Sebutkan tingkat-tingkat belajar !
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami apa itu
teori belajar mulai dari jenis teori belajar menurut para ahli,
prinsip-prinsip belajar hingga tingkatan
belajar itu sendiri.
D. Manfaat
Setelah membaca makalah ini,
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya mengenai teori belajar dan
segala hal yang berkaitan dengan teori belajar yang dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Teori Belajar
Dalam psikologi dan pendidikan ,
pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan
kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh,
meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai,
dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses
berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang
apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya
untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita
memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
B. Jenis
- jenis Teori Belajar
Jika menelaah literatur psikologi,
kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran
psikologi. Dalam tautan di bawah ini
akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B)
teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari
Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.
Teori Behaviorisme
Behaviorisme
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan
dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya:
Connectionism
( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari
eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
· Law of Effect;
artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang
terjadi antara Stimulus- Respons.
·
Law of Readiness;
artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal
dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
·
Law of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of Respondent Conditioning
yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
·
Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
Operant
Conditioning menurut B.F. Skinne
Dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of operant conditining yaitu
jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
·
Law of operant extinction yaitu jika
timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber
(Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical conditioning.
Social Learning
menurut Albert Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu dilakukan.
Sebetulnya
masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini,
seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan,
Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue
Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Teori Belajar Kognitif menurut
Piaget
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan
kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational;
(3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget
tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.
James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by
which a person takes material into their mind from the environment, which may
mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah
“the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif
Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.
Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.
Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.
Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.
Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya.
5.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Teori Pemrosesan Informasi dari
Robert Gagne
Asumsi
yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu
:Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya
membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat
samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
1. Kedekatan
(proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang)
dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
2. Kesamaan
(similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang
sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
3. Arah
bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada
dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk
tertentu.
4. Kesederhanaan
(simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang
sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik
berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
5. Ketertutupan
(closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau
pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari
pandangan Gestalt, yaitu:
1. Perilaku
“Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”.
Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya
kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan
lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah
beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding
dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal
yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan
yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang
nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah.
(lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme
tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa.
Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo,
pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian
makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang
dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan
suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang
diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman
tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.
Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan
menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku
bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena
itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan
membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip
ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
5. Transfer
dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
C. Prinsip
– prinsip Belajar
Dalam
tataran ideal, suatu program pelatihan dan pengembangan akan lebih efektif jika
metode pelatihan yang diterapkan cocok dengan gaya peserta pelatihan dan jenis
pekerjaan yang dibutuhkan oleh organisasi. Namun demikian, pembelajaran tidak
dapat diobservasi, hanya hasilnya saja yang dapat diukur.
Werther and Davis (1996:290)
memaknai prinsip pembelajaran sebagai berikut: “Learning principles are
guidelines to the ways in which people learn most effectively”. Secara bebas
dapat diterjemahkan sebagai berikut: Prinsip pembelajaran adalah rambu-rambu
yang dipergunakan agar seseorang dapat belajar dengan lebih efektif. Terdapat
lima prinsip pembelajaran sebagai berikut:
1. Participation (partisipasi)
Proses pembelajaran pada umumnya kan
lebih efektif jika peserta program ikut serta berpartisipasi aktif dalam
program yang diikutinya. Partisipasi yang tinggi pada umumnya meningkatkan
motivasi dan rasa memiliki yang tinggi yang pada akhirnya mempercepat proses
pembelajaran.
2. Repetition (pengulangan)
Pengulangan dilakukan untuk lebih
membantu peserta mengingat kembali apa yang telah disampaikan.
3. Relevance (relevansi)
Pembelajaran pada umumnya akan lebih
efektif jika materi yang akan dipelajari relevan/atau mempunyai makna bagi si
peserta.
4. Transference (transfer)
Jika
kebutuhan akan pelatihan sesuai dengan tuntutan pekerjaan, maka semakin cepat
seseorang mempelajari apa yang disampaikan. Misalnya, seorang pegawai yang
bekerja di Bagian Keuangan akan relatif lebih cepat mempelajari penggunaan
sistem penataan keuangan baru yang diberlakukan karena dalam melakukan
pekerjaannya yang bersangkutan harus menggunakan sistem tersebut.
5. Feedback (umpan balik)
Umpan
balik berarti memberikan informasi kepada peserta pelatihan mengenai kemajuan
yang teleh dicapai. Umpan balik sangat berguna bagi peserta pelatihan untuk
dapat mengevaluasi diri sampai sejauh mana hasil usaha yang dilakukan dan akan
mempercepat proses pembelajaran.
D. Tingkat
– tingkat Belajar
1.
Tingkat Eksekutif
Pada
tingkatan ini diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan “strategic thinking”
dan “change leadership management”. Strategic thinking adalah kompetensi untuk
memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat peluang
pasar, ancaman, kekuatan, dan kelemahan organisasi agar dapat
mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum. Sedangkan change
leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi
perusahaan dan dapat mentransformasikan kepada pegawai.
2.
Tingkat Manager
Pada
tingkat manajer kompetensi yang diperlukan meliputi aspek-aspek fleksibilitas,
change implementation, interpersonal understanding and empowering.
Aspek flexibilitas adalah kemampuan
merubah struktur dan proses manajerial. Apabila strategi perubahan organisasi
diperlukan untuk efektivitas pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi
“interpersonal” “understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai dari
berbagai tipe manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan
keryawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik,
menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward
bagi peningkatan kinerja.
3.
Tingkat Karyawan
Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas
kompetensi seperti fleksibilitas, menggunakan dan mencari berita, motivasi dan
kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja dibawah tekanan
waktu, kolaborasi, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar
merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi
bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan.
Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang
diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.
B. Saran
Sebaiknya
pemahaman konsep pembelajaran ini perlu di bahas masalah yang berkembang
sekarang ini dan bagaimana upaya dalam berbagai model pembelajaran yang
ada sehingga pembaca lebih mengerti
maksud dari penyajian makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Budinungsih,
C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
http://aguswedi.blogspot.com
http://rhazhie.blogspot.com
Sagala,
Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yulaelawati,
Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar